"Jika kau bisa menghitung seluruh rintik hujan yang jatuh ke bumi, maka kau akan tahu sebanyak apa cintaku padamu."
Terngiang.
Sembari menatap langit yang berwarna kelabu, untuk kesekian kalinya aku melatih kemampuan matematikaku. Tak kuhiraukan deru kendaraan yang melintas dihadapanku ataupun tatapan-tatapan aneka raut muka yang tertuju ke arahku.
Mematung seperti batu.
Aku menyapa angin. "Tahukah kau, angin, bahwa semua manusia memiliki kegilaan-kegilaan di dalam jiwanya? Kegilaan yang tak punya rupa, terkadang. Kegilaan itu berasal dari hembusanmu yang kau dendangkan dari satu tanah ke tanah lainnya."
Aku tersenyum. Sang angin membuat hujan berdenting. Jika saja aku bisa, aku ingin memeluk angin itu. Bercengkerama sepanjang hujan menyapa. Jika saja aku bisa.
Sang angin membuat hujan berdenting. Hembusannya melewati jemariku. Tak harus aku menggenggamnya, sebab ia pasti akan menghilang begitu kulongokkan pandangan ke dalam genggaman tangan. Tak perlu menggenggam angin, sebab ia selalu berlalu. Aku tahu.
Rintik hujan itu dulunya punya warna. Warna-warna itu lalu mati, tertelan dentang jam raksasa. Kelabu bersama waktu.
Traffic light memberitahu, menunggu sudah usai. Ahh, aku lupa, sampai dimana aku menghitung tadi. Aku menghembuskan napas dan maju bersama para pejalan kaki.
Lalu, di pertengahan garis-garis yang tergores di atas jalanan itu aku melambat. Kakiku terpaku pada beton basah.
Wajahnya tak asing bagiku. Menatap lurus tanpa terhenti pada sesuatu. Ia melangkah dihadapanku, menuju ke arahku. Dan langkahnya ia teruskan tanpa hiraukan aku. Berat aku langkahkan kembali kakiku maju, sebab sangat ingin kusapa dia. Ingin kutanyakan kabarnya. Ingin tahu, apa dia rindu aku?
Tapi, aku teruskan langkahku. Maju. Tak melihat sedikitpun ke belakangku. Tak ingin melihat punggungnya berlalu.
Aku tak tahu, apakah masih akan ada hujan yang perlu aku hitung lagi sewaktu-waktu. Cukup untukku. Aku ingin mengasingkan keberadaan itu, jauh-jauh di dalam peti kayu.
Mungkin dia telah lupakan aku. Terkadang tanyaku berputar-putar tanpa titik temu. Seperti lingkaran yang terus menciptakan lingkaran baru.
"Piya." Sebuah suara di belakangku seperti sebuah batu yang dilemparkan ke punggungku. "Apa kau tak mau berhenti sebentar dan melihat ke belakangmu? Mungkin saja ada yang mengikutimu."
Langkahku seperti bertemu tembok batu. Seolah buntu. Haruskah aku berbalik dan kembali ke jalan itu? Sekali lagi memulai dari tempat itu.
Aku berbalik menatap ke arahnya. Lagi. Kuberikan senyum yang biasa. "Apa kabarmu?"
Ia tersenyum. Menyunggingkan senyum yang biasa, senyumnya yang selalu sama. "Aku... menunggumu."
Alisku terangkat. "Kenapa?"
"Aku tak tahu."
"Kau tak seharusnya menunggu."
Ia terdiam beberapa saat. Lalu suaranya menjawab dengan nada yang membekukan waktu. "Kalau begitu, besok aku tak akan menunggumu lagi."
Aku menatapnya dalam-dalam. Ingin kucairkan dunia yang penuh salju. Aku tersenyum. "Aku tak tahu kau menunggu. Maaf."
Senyumnya mengembang. Seolah musim semi datang. "Piya. Tak perlu minta maaf. Aku tahu. Kurasa itulah perbedaan kita. Kau selalu di dalam hatiku, sementara aku... hanya angin yang berlalu setiap waktu di dalam pikiranmu."
Kalimatnya terasa begitu hambar dalam rasaku. Oleh sebab-sebab yang sangat jelas aku tahu. Apa dia tak pernah mau tahu? Apa dia tak mengerti?
Kalimatnya terasa begitu hambar dalam rasaku. Oleh sebab-sebab yang sangat jelas aku tahu. Apa dia tak pernah mau tahu? Apa dia tak mengerti?
Aku tak tahu untuk apa aku masih berdiri dihadapannya. Seharusnya tak kulakukan. Tapi, aku hanya tak ingin kehilangan seorang teman saja.
Kami berdiri berhadapan, saling tatap dalam diam. Dentingan hujan dimain-mainkan angin, perlahan.[]
❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀✿◕ ‿ ◕✿
Iseng-iseng menulis ini di sabtu sore (ini bukan kelanjutan cerpen 'I Think I Miss You'. Hanya bagiannya yang dibuang sayang ^^). Cukup beberapa menit saja cerpen ini selesai... khu khu khu...
Ternyata masih ada typo... >,< Fuuhh, juga (memang) masih berasa keju ini...
Typo adalah tembok bata yang selalu bikin kejedot! >,<
Jika novel islami & proyek novel fantasy sudah beres, kemungkinan besar cerita ini juga akan dijadikan novel... ♡ Mungkinkah cerita yang tak saya sukai ini akan nongkrong di sebuah toko buku? ♡
Let's See!!
Keep FIGHTING!! ✿ ^▽^ ✿
No comments:
Post a Comment